Lian DBD

Posted January 29, 2021 by byonics
Categories: BlogMe, Uncategorized

Hari ini, adalah masa kritis Lian dalam melawan virus Dengue yang dibawa nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk yang dari namanya saja, tak kalah mengerikannya dari Dementor di film Harry Potter. Nyamuk yang berpenampilan agak unik, dengan garis-garis di sekujur tubuhnya, sudah terkenal sebagai nyamuk penebar virus kelas wahid. Konon, hanya nyamuk berjenis kelamin wanita yang membawa jenis virus ini ke tubuh manusia. Yang jantan, memang bukan penyebar virus.

Sejak akhir minggu kemarin, suhu tubuh Lian cenderung tinggi. Minimal di atas 37.5 hingga menyentuh angka 39. Yang terburuk, Lian sempat mengalami -yang terlihat- seperti kejang. Orang juga menyebutnya dengan istilah Step. Belakangan, dokter anak enggan menyebut kejang, karena biasanya ini hanya terjadi pada anak usia di atas 6 bulan. Sedang Lian, belum genap usia 3 bulan.

Malam di saat Lian mengalami kondisi seperti kejang, kami membawanya ke IGD RSCK. Tempat ia dilahirkan di Bandung awal November lalu. Waktu itu, karena baru terhitung 24 jam panas terdeteksi, belum disarankan cek darah. Dan panasnya cemderung turun. 3 jam di IGD, Lian boleh pulang.

Esoknya Lian terlihat ceria. Sudah mau bercanda dan tertawa bila ada orang menggoda. Namun, saat siang tiba, ia kembali lemas. Panas pun datang lagi. Hingga malam hari.

Pola ini sama terjadi pada hari berikutnya. Jadi terpaksa kami kembali ke RSCK untuk test darah. Hasilnya trombosit ada di angka 160 ribu. Normalnya 150 – 450 ribu per mikroliter darah.

Walau masih dalam rentan normal, tapi angkanya ada di batas bawah. Untuk itu dokter menyarankan untuk tes lab lagi besok. Sementara obat hanya diberi penurun panas, dan tentu perbanyak ASI.

Hari ke 3, test lab kembali dilakukan. Hasilnya trombosit sudah drop di 100 ribu. Yang lebih menyeramkan Hematokrit juga naik di 40%. Awalnya 35%. Walau normalnya di angka 31-43%, tapi kenaikannya lumayan tinggi. Hematokrit adalah kadar sel darah merah dalam darah. Hematokrit (Ht) menunjukkan jumlah persentase perbandingan sel darah merah terhadap volume darah.

Dikutip dari info dokter, alih-alih hanya melihat nilai trombosit yang menurun dari hasil uji laboratorium, sebaiknya kita juga mengecek nilai kenaikan hematokrit saat terserang DBD. Pasalnya, berbeda dari pemahaman umum, tingkat keparahan DBD bukan ditentukan oleh penurunan jumlah trombosit, melainkan meningkatnya hematokrit.

Akhirnya Lian harus dirawat. Ini hari ke dua. Trombosit di 55 ribu. Hematokrit di level 35%.

Semoga Lian segera pulih.

Solo Moto-Touring 2020

Posted December 24, 2020 by byonics
Categories: Motor dan HTML

Penghujung 2020, menjadi pilihan tepat untuk menjalani cuti tahunan. Moment ini rencananya akan saya gunakan untuk motor touring ke beberapa tempat di wilayah Jawa Barat dan Jawa Tengah. Mungkin tak banyak tempat yang benar-benar akan disinggahi, mengingat dalam perjalanan ini, saya akan lebih banyak menikmati mengendarai motor saja. Sendiri. Iya, sendiri!

Bandung menjadi lokasi tujuan pertama. Walau sudah sering ke wilayah ini, masih banyak tempat yang belum pernah didatangi. Juga, jalan menuju Bandung adalah jalur favorit para motorist untuk turing jarak pendek, atau mungkin hanya sekadar menikmati bubur ayam Cianjur dan meneguk segelas kopi susu dari sejuknya Puncak Bogor.

Pun demikian dengan saya. Menikmati jalur puncak dengan motor, selalu mendapat sensasi tersendiri yang menyenangkan. Sambil mendengarkan dendangan lagu Metallica di Spotify dan JBL Reflect Fit – bluetooth, menikmati perjalanan awal menuju Bogor. Seddap!

Sayangnya, hari itu jalur puncak baru saja diguyur hujan. Kabut tebal datang menyelimuti seluruh jalan. Tak kuasa untuk melanjutkan perjalanan, jarak pandang terlalu pendek saat itu. Demi keselamatan umat manusia, berhenti di sebuah warung sekitar Masjid Atta’awun. Saatnya juga bersamaan dengan waktu sholat Jumat.

Hampir 3 jam terjebak di sekitar Puncak. Waktu ini saya manfaatkan dengan menikmati sajian sekoteng di penjaja pinggir jalan.

Setelah kabut mulai menipis, tanpa buang waktu saya lanjut gas ke arah Cianjur. Hitungannya, di daerah ini bisa istirahat makan siang. Sepiring nasi dan karedok tersantap dengan lahap siang itu.

Setelah perut terisi penuh, lanjut perjalanan ke Bandung. Tak lupa mampir ke Kota Baru Parahyangan untuk mengambil foto pemandangan di sekitar situ. Tempat ini adalah spot langganan bila bersepeda di Bandung.

Tebing Keraton menjadi tujuan berikutnya di Bandung. Tempat yang berada di ketinggian 1200 mdpl. Tebing ini menawarkan keindahan alam dari jejeran hutan pinus. Selain itu dari tebing ini, hamparan keindahan kota Bandung bisa terlihat lebih apik. Perjalanan tak memakan waktu lama dari Dago. Jalurnya pun tak terlalu curam. Hanya saja, cuma roda dua yang bisa parkir sampai ke dekat lokasi tebing. Untuk roda empat, terpaksa parkir jauh di bawah. Forever two wheel 😁

Tujuan berikutnya di Bandung, mengarahkan motor ke daerah Pengalengan. Pangalengan terletak 45 Km atau sekitar 2 Jam dari Kota Bandung, berada di ketinggian 1550 Mdpl sehingga daerah ini memiliki iklim yang sangat sejuk, dimana kita akan banyak menjumpai hamparan perkebunan teh di sini, ragam bentuk air terjun, hutan-hutan yang masih alami, danau yang eksotis dan sungai yang menantang.

Sayang, sesampainya di Pengalengan hujan turun dengan derasnya. Hanya bisa menikmati Situ Cileunca yang tertutup kabut. Bila terang, ada pemandangan pegunungan di seberang sana.

Dalam perjalanan pulang juga menyempatkan diri untuk meneguk Capuccino di cafe yang menyajikan pemandangan bagus sebagai latarnya

Harusnya kopi ini ada corak menarik. Tertiup angin, buyar gambarnya.

Hari berikutnya adalah awal perjalanan menuju Jawa Tengah. Kali ini persiapan harus lebih matang. Banyak jalur asing yang akan dilewati. Barang bawaan pun bakal jauh lebih banyak. Selain waktu tempuh yang lebih lama, jaraknya sudah mencapai lebih dari 500 km dari Jakarta. Setelah memasang box sebagai tambahan bagasi, perjalanan siap dimulai.

Pukul 08.00 tiba di Cikampek. Perhentian pertama di jalur Pantura. Di sini berakhir dengan sarapan mie goreng. Sebenernya ada logo nasi kuning yang membuat saya menghentikan laju motor pagi itu. Sayangnya nasi kuning sudah habis. Hmm, memang saat tiba, sudah banyak orang beristirahat di sana.

Sekitar 30 menit beristirahat sambil menikmati sarapan. Perjalanan berikutnya menjadi trip yang penuh peluh, juga dahaga. Bagaimana tidak, jalur pantura sepanjang itu, harus dilalui pada jam matahari sedang giat memancarkan teriknya. Apalagi jalur Indramayu hingga Cirebon. Ini bagai jalan tak berujung. ‘Siang itu berat. Kamu gak akan kuat. Biar Dilan aja.’

Setelah melonjorkan kaki sejenak di SPBU, sambil meneguk pocari, tiba di gerbang Cirebon tepat pukul 11.00. Jalan memasuki kota, sambil melihat-lihat tempat makan yang enak untuk menyantap empol gentong khas Cirebon. Hungry to the max!

Dari Cirebon lanjut perjalanan menuju Jawa Tengah. Awalnya mau langsung ke Kutoarjo. Rumah mudik saat kecil. Namun, karena waktu sudah menjelang malam, diputuskan menginap dulu di Purwokerto. Saya membiasakan tidak berjalan kala gelap tiba.

Perjalanan sore ini memang banyak terhambat macetnya jalan di antara Brebes sampai Tegal. Walau pemandangan di sisi kanan enak di pandang mata, tapi jalan beton yang rusak menjadikan mobil bergerak lambat. Sempat beristirahat sejenak di jalur ini.

Di sini pula baru menyadari, ternyata SIM C tidak ada di dompet. Jadi perjalanan berikutnya adalah perjalanan ilegal. Total perjalanan hari itu 417.3 km.

Keesokan harinya, mulai berkendara lagi dari pagi. Menurut Google Maps, akan tiba sekitar pukul 9.00 di Kutoarjo. Ini belum termasuk nyasar. Karena orang yang menunjukkan jalan juga tidak terlalu paham membagikan point maps yang tepat.

Pukul 11.00 benar-benar baru tiba. Setelah beberapa belokan disasarkan google maps keliling jalan gravel sekitar Pogungkalangan.

Rumah ini, walaupun dalamnya sudah banyak berubah, tapi bagian depan dan sekeliling rumah masih sama seperti suasana saat masih sering mudik. Satu jam berkeliling di sekitar rumah nenek. Dari sawah di belakang rumah, kolam ikan besar tempat dulu memancing, hingga sumur air di samping rumah, masih sama seperti sedia kala. Sambil ngobrol dengan sanak saudara yang masih tinggal di sana, sajian teh hangat dan sepiring gorengan tersantap cepat. Dan tak lama, saya pamit.

Dari Kutoarjo, lanjut ke perhentian berikutnya. Jogja. Ini salah satu tujuan utama solo turing kali ini. Setup direction dari Kutoarjo ke Yogyakarta, rupanya agak berbeda dengan jalur mobil. Di jalur ini malah menemukan jalan dengan pemandangan yang menyejukkan mata. Ternyata tak jauh dari rumah nenek, ada tempat yang indah luar biasa. Hamparan sawah yang sangat luas dibelah jalan panjang di tengahnya. Sejauh mata memandang hanya terlihat jajaran tanam padi dengan latar pegunungan.

Kalo boleh sedikit lebay, ini jadi mirip savana di Baluran. Bedanya, Baluran adalah tanah tandus dan kering, di sini sawah dan tanaman padi menghijau.

Mengabadikan sesaat suasana di sana, melanjutkan perjalanan ke Yogyakarta. Melewati jalur selatan dengan panas yang kembali menyengat. Dari Purworejo sampai Wates nyaris gas tanpa henti. Tak terasa indikator bensin juga mulai menipis, dan saatnya mampir SPBU untuk mengisi bahan bakar. Sekilas melihat ada petunjuk arah Kalibawang sebelum SPBU. Bila diingat nama ini adalah salah satu tujuan di Kulonprogo. Tanya ke petugas setempat, benar belokan itu mengarah ke Kulonprogo.

Tanpa pikir panjang, membelokkan arah motor ke jalan tersebut. Nama Kalibawang didapat dari sebuah channel youtube yang bercerita ihwal jalur sepeda favorit dari Jogja. Suasananya terlihat asik. Juga ada cafe di sana. Sudah mencatatnya sebagai salah satu tujuan solo turing ini.

15 kilometer dari belokan jalan utama, tibalah di sebuah cafe yang tempatnya memang di tengah sawah. Beberapa mobil dan motor sudah banyak parkir di halaman depan. Kopi Klotok Menoreh namanya. Akhirnya, bisa sedikit meregangkan kaki sambil menikmati makan siang dan segelas es teh manis di tengah sawah. Tentu ditutup dengan segelas kopi andalannya. Asoy Geboy, Cuy!

Cukup lama berleha-leha di sini. Melepas lelah, menghilangkan lapar, dan mengusir dahaga. Malah hampir membuat mata mengantuk hebat. Tapi Jogja masih 40 km lagi, Bro!

Berkeliling puas di sekitar persawahan Kalibawang, saya melanjutkan perjalanan. Kali ini langsung ke hotel di Jogja. Sudah tak sabar badan ini ingin berendam di kolam renang. Ditemani segelas kopi, jadi lebih menarik. Indeed, Sir!

Sore hingga selepas magrib beristirahat di hotel. Malamnya motoran berkeliling Jogja. Selain mencari makan, keliling malam cenderung lebih aman. Mengingat saya berkendara secara ilegal tanpa SIM. Jangan dicontoh.

Tujuan tempat makan adalah warung lesehan di sekitar Tugu. Tepatnya di depan Hotel 101. Bukan tanpa sebab, kurang lebih setahun lalu, di sini menyimpan banyak cerita keseruan kala outing kantor menginap di hotel ini.

Menu makan malam saat itu, dua bungkus nasi oseng, sate telur puyuh, sate usus, sate ampela, bakwan dan segelas teh tawar panas. Nikmat dunia mana lagi yang engkau dustakan?

Tak bisa berlama-lama juga di sini, karena sesekali petugas pemerintah setempat bolak balik mengingatkan untuk selalu menerapkan 3M. Mungkin karena di sekitar tugu, dipenuhi warga yang menikmati suasana Jogja di malam hari

Tepat pukul 21.00 kembali ke hotel. Di sana bertemu motorist juga yang sedang menikmati segelas kopi dan sebatang rokok. Saya pun bergabung dan saling bercerita perjalanan turing menuju Jogja. Nambah teman lagi, euy!

Malam itu coba merencanakan aktifitas esok hari. Sebenarnya masih mau berkeliling Kota Jogja sehari lagi. Ingin juga lari ke hutan, lalu belok ke pantai. Tapi karena Rangga baru ketemu Cinta, kita tunggu dua purnama lagi. Juga karena alasan berkendara tanpa SIM, niat ini harus diurungkan dulu.

Di beberapa sudut kota, beberapa petugas memang tampak berjaga-jaga. Rencana ke Gunung Kidul untuk mengunjungi paman, juga terpaksa dibatalkan. Jadi besok pagi langsung melayang ke tempat tertinggi di Pulau Jawa. Negeri di atas awan!

Perjalanan dari Jogja ke Dieng, merupakan pengalaman yang luar biasa. Jalurnya di-setting lewat Temanggung, kota tembakau. Dengan jalur ini artinya tidak bisa mampir ke kawasan Borobudur. Keputusan yang salah nyatanya. Karena jalur menuju Dieng dari Temanggung merupakan jalur yang lumayan mencekam. Selain sempit, sepi, juga tanjakan curam tersedia di sana. Beberapa kali mesin Xmax harus meraung hebat untuk membawa motor yang gambot, termasuk rider yang tak kalah gambot.😎

Walau disajikan pemandangan dari ketinggian pegunungan, namun rasa resah mulai datang. Sesekali berhenti untuk memastikan jalur dan jarak tempuh sampai ke Dieng sudah benar. Setelah 3 kali berhenti, terpaksa mengurungkan niat meneruskan perjalanan. Karena berkendara sendiri dengan jalur seperti itu agak konyol namanya.

Akhirnya mengubah arah ke Alun-alun Wonosobo. Dari sini saya pernah ke Dieng dengan jalur yang lebih bersahabat. Tapi nyatanya tak mudah menuju Wonosobo dari situ. Google selalu saja berputar dan kembali berujung ke jalan yang sempit dan sepi tadi. Sampai 3 kali berputar sekitar perkampungan. Dan akhirnya saya add stop mundur ke jalur sebelumnya dulu, baru kemudian diarahkan ke jalan raya Wonosobo.

Alhamdulillah, berhasil keluar dari trek itu. Dan hadiahnya, mendapatkan jalan aspal lebar dengan pemandangan Gunung Sindhoro dan Gunung Sumbing sekaligus.

Dari Alun-alun Wonosobo, jarak ke Dieng hanya sekitar 30 menit. Tak lebih dari 40 km. Jalannya pun sangat bersahabat. Walau sesekali tanjakan curam dan berkelok, tidak menciutkan hati karena banyak orang yang menggunakan jalur serupa.

Dieng dikenal sebagai desa tertinggi di Pulau Jawa. Dengan ketinggian sekitar 2500 mdpl, Dieng terasa sejuk dan dingin. Apalagi hujan baru saja reda.

Sesampainya di Dieng, hanya berkeliling ke Plateau, gerbang Bukit Sikunir, dan bersantai sejenak menikmati tempe kemul serta mie ongklok. Makanan khas Wonosobo yang patut dicoba bila mampir ke sana. Sebuah cafe berdinding oranye saya pilih karena tempatnya terlihat nyaman dengan mendapat view yang luas.

Sambil bersantai di sini, mencari penginapan di sekitar. Berencana tinggal semalam sebelum besok melanjutkan perjalanan.

Dieng jadi seperti klimaks dari rangkaian perjalanan solo turing ini. Walau ada beberapa spot terlewati, dengan solo riding sampai di Jogja dan Dieng, sudah terasa cukup. Jadi disimpulkan besok mulai mengarahkan motor kembali ke rumah.

Pagi hari, dari balik jendela hotel, tanpa disengaja saya mendapatkan pemandangan matahari terbit dari ufuk timur Dieng yang terkenal itu. Lumayan lah, bisa nikmatin sunrise, tanpa repot bangun dini hari dan epiode nanjak Bukit Sikunir 😁

Tepat pukul 07.30 mulai memacu motor untuk kembali ke rumah. Menimang jalur, antara lewat jalur selatan, atau tetap jalur utara. Perbedaanya dua jam, jalur selatan lebih lama. Namun, karena berencana tidak transit lagi, akhirnya tetap pilih jalur utara.

Bedanya, dari Wonosobo akan menyusuri jalur tengah dulu. Melalui Banjarnegara dan Purbalingga. Lanjut Purwokerto dan akhirnya bertemu jalur berangkat di Bhumiayu.

Di jalan ini, perjalanan cukup mengasikkan. Selain lebih santai, jalur juga seru untuk motoran. Kali ini JBL menemani dengan melantunkan lagu-lagu bergenre Grunge. Hmm, Smells like teen spirit..

Saya berhenti sebentar di Alfamart Ajibarang untuk merenggang kaki dan menikmati minuman dingin.

Dari sini, lanjut menarik handle gas ke arah Cirebon. Kota udang ini kembali menjadi tempat yang pas untuk istirahat makan siang. Dua piring nasi padang dengan daging cincang ludes tak pakai lama.

Jalur berikutnya sama dengan saat berangkat. Menyusuri pantai utara jawa adalah saat memacu motor lebih gesit. Hanya sekarang tidak ditemani teriknya sinar matahari. Hari sudah menjelang sore. Hanya hembusan angin sepoy menerpa helm dan tubuh berbalut jaket tebal kala itu.

Perjalanan terberat akhirnya datang saat sore tiba. Menjelang gelap, hujan deras turun di Karawang. Awalnya saya pikir hujan tak berlangsung lama. Dan seperti biasa mencari rest area Alfa di sekitar.

Rupanya takdir berkata lain. Hujan seakan tak mau berhenti. Bahkan semakin deras. Hampir satu jam bersama bikers lain meneduh di sana. Beberapa orang sudah mulai pesan mie dalam gelas. Sementara saya harus mulai berpikir untuk melanjutkan perjalanan dengan jas hujan.

Karena kebetulan ini adalah jam pulang kantor, sampai Cikarang harus bergelut dengan kemacetan luar biasa. Walau hujan sudah berhenti, cobaan macet Cikarang – Bekasi benar-benar menguras tenaga. Dua jam baru tiba di MM Bekasi. Akhir dari kemacetan.

Memasuki Kalimalang, jalur sudah tak asing lagi, dan lanjut membelah Jakarta sampai ke bagian selatan kota satelitnya.

Pukul 22.00 tiba di rumah. Alhamdulilah sampai di rumah dengan selamat. Rangkaian solo turing 2020 pun telah selesai.

Sampai jumpa di turing selanjutnya. Selamat Tahun Baru 2021.

Liandra Abhimanyu Ashandi

Posted November 1, 2020 by byonics
Categories: Uncategorized

Hari ini, tanggal 01 11 20, pukul 06.30, masuk ruang operasi. Operasi cesar yang dijadwalkan pukul 07.00 siap dimulai.

Sementara Zee menunggu di kamar ditemani Ninin yang ikut menginap sejak malam. Ayah, Mama, Mbak Aya juga sudah datang sejak pagi.

Bandung, RS Cahya Kawaluyan, menjadi RS yang dipilih untuk melahirkan anak ke dua. Selain dekat dengan keluarga Bandung, RS ini juga berlokasi di tempat sejuk Kota Baru Parahyangan.

Walau tak sabar menanti lahirnya anak kedua, namun ketika dokter menyarankan untuk cesar di hari Minggu ini, agak surprise mendengarnya waktunya tinggal dua hari lagi. Persiapan berbulan-bulan terasa kurang. Termasuk nama.

Benar cerita orang tentang pencarian nama anak itu susah-susah gampang.
Padahal dari banyak nama yang sudah didengar, sudah banyak nama yang menarik hati dan terdengar bagus.
Tapi nyatanya, bukan perkara mudah untuk mencari, memilih, dan menyematkan dua atau tiga suku kata saja menjadi sebuah nama. Bahkan untuk anak kedua.

Liandra
Dalam bahasa Inggris, konon artinya berkah dari Tuhan, sementar dalam bahasa Skotlandia artinya tenang dan jantan.
Orang dengan nama Liandra ini juga dikenal penuh energi. Dalam urusan karier, ia mendapat jenjang yang hebat.
Lebih dari sekadar kata yang diambil dari belahan benua Eropa, kata Liandra terasa beda dan masih jarang terdengar.

Abhimanyu
Arti nama Abhimanyu tidak dapat dipisahkan dari akar kata bahasa Sanskerta, yaitu Abhi yang berarti berani dan Manyu yang artinya tabiat. Jika digabungkan, kata ini bisa dimaknai orang yang bersifat pemberani atau seorang patriot. Cocok untuk jadi nama anak laki-laki dengan jiwa yang kuat dan pantang menyerah.

Ashandi
Seakan tak mau terpisahkan dari ikatan kakaknya, Zee, yang duluan memiliki nama Ashandi, sang adik pun sudah dipastikan menyandang nama tersebut sebagai penutup rangkaian namanya.
Ashandi sesederhana singkatan Anugrah Shanti dan Budi. Anak yang terlahir dan selalu menjadi anugrah terindah bagi kedua orang tuanya.

Liandra Abhimanyu Ashandi, rangkaian nama anak lelaki sebagai anugrah untuk orang tuanya, yang kelak menjadi pria berani, berjiwa patriot, dengan pembawaan yang selalu tenang.

Sebuah filosofi nama yang kelak membawa berkah dan membanggakan orang tuanya.


Bandung
01 11 2020
8.50 WIB
3.9 kg
50 cm

Fazeela Rafani Ashandi

Posted June 10, 2017 by byonics
Categories: Fazeela

Fazeela
Kata ini diambil dari bahasa Arabic Origin (فضیلہ) yang artinya, dapat dipercaya (Faithful), tercapai cita-citanya (Accompolished Person) dan berbudi luhur (Virtuous).
Penulisan huruf ditata dalam ejaan asli agar terjaga kemurnian tanpa meninggalkan kesan modern. Menjadi orang yang dipercaya dan berbudi luhur harus sejalan dalam menggapai cita-citanya. Hasil excellent juga termasuk dalam kandungan kata ini. Kata Fazeela menjadi filosofi menarik untuk sebuah nama.

Rafani 
Kata ini juga diambil dari bahasa Arabic Origin (رافانا) yang berarti Bahagia (Happy) dan Kaya (Wealthy, prosperity). Apapun yang dijalankan dan dialami, bahagia menjadi dasar utama. Aura kebahagiaan akan menebar harmoni kebaikan, yang tercermin dalam setiap aktivitasnya. Bila bahagia itu sederhana, maka semudah itu pula bahagia akan dirasa. Kaya tidak hanya merujuk pada harta atau tahta. Lebih luas pada kaya hati dan pikiran, untuk menjadi sosok yang berguna bagi agama, keluarga, dan masyarakatnya.

Ashandi
Bahasa sederhana yang diambil dari potongan kalimat ‘Anugerah Shanti dan Budi’.
Setelah diberi kenikmatan untuk honeymoon selama satu dasawarsa, akhirnya diberi kepercayaan dan kenikmatan berikutnya dari Allah SWT. Belum lagi, hari kelahiran yang bertepatan dengan tanggal lahir ayahnya, menjadi kado terbaik sepanjang masa.
Atas dasar Anugerah luar biasa ini, tak ragu untuk menyematkan kata Ashandi dalam rangkaian nama sang putri.

Ketika ungkapan ‘nama adalah doa’, maka rangkaian kata Fazeela Rafani Ashandi menjadi ucapan doa sarat makna. Dari orang tua yang menanam harapan terbaik pada putri tercinta. Semoga, doa dan makna ini menjadi cerminan langkah berikutnya bagi sang putri dalam mengarungi bahtera kehidupan masa depannya.

Salam bahagia,
–Fazeela

Polygon Xtrada 6

Posted January 5, 2017 by byonics
Categories: Uncategorized


Sepeda, sebelumnya tidak menjadi prioritas tahun ini. Tapi, mengingat kebutuhan untuk mencari kesenangan dan keringetan, akhirnya Selasa, 3 Januari 2017, saya memantapkan diri untuk membeli sepeda.
Awalnya, saya sempat review beberapa sepeda. Karena ini masih sangat awal, saya hanya melihat beberapa jenis sepeda yang ringan di kantong, namun tetap berkualitas. Nama Polygon yang sudah akrab di telinga, akhirnya saya jadikan pilihan.

Melihat kebutuhan yang hanya butuh senang dan keringat untuk membakar kalori, saya memastikan akan membeli sepeda hybrid yang harapannya bisa digunakan di jalan raya, atau bisa sesekali ke medan agak berat di jalan tak rata.

Polygon Heist 2.0 sudah saya dapatkan. Profile sepedanya juga sudah lumayan menarik. Tampilan juga cukup enak di pandang. Hari Senin, saya belanja bulanan di C4 BSD. Sekalian melihat-lihat sepeda incaran. Namun, sesampainya di bagian sepeda, bukan Heist yang menjadi tumpuan penglihatan saya. Malah sepeda gunung (MTB) Polygon Xtrada 6 yang membuat kepincut. Selain warnanya sesuai (hitam), tampilannya jauh lebih gagah dan sangar dibanding Heist.

Sepulangnya dari C4, saya niatkan untuk mereview Xtrada 6 sebagai pilihan. Dan akhirnya, keesokan harinya memantapkan untuk membeli Polygon Xtrada 6.

Begitu sampai di rumah, tak menunggu lama, saya sudah menggowes Xtrada meluncur sejauh 8 km di sekitar rumah. Setelah 10 tahun tidak sepedaan, sore itu langsung terasa pegal-pegal dan pantat yang sakit. Memang sadel sepeda jaman skarang tidak user friendly. 🙂

Akhir Tahun 2016

Posted December 31, 2016 by byonics
Categories: Uncategorized

Batujajar, 07.00 WIB, 31 Dec 2016

Ciater, 14.00 WIB, 30 Dec 2016

Cek Awal

Posted October 9, 2016 by byonics
Categories: BlogMe

4 minggu.

MMC Jakarta, 08 10 2016

WordPress Mobile

Posted October 8, 2016 by byonics
Categories: Uncategorized

Baru nyobain wordpress mobile dari Android.


Sekian, terima kasih.

My Blog Is Back…!!!

Posted February 15, 2015 by byonics
Categories: Uncategorized

Bukan. Ini bukan kembalinya saya ke kancah blogging. Atau saya ingin aktif lagi untuk ngeblog yang memang trend sesaat itu.Tapi lebih pada kembalinya keseluruhan blog ini secara utuh.

Jadi ceritanya begini.

Sekitar beberapa bulan silam, saya iseng menengok blog gratisan di wordpress ini, karena sudah tak tau lagi mau ngapain di internet. Saat itu rupanya blog ini di-suspend. Alasan pastinya saya juga gak tau. Tapi saat itu saya berpikir account di suspend karena saya gak pernah aktif lagi di sini.

Yaa sudahlah. Saat itu sih cuma kepikiran pasrah aja. Lagian, blog ini cuma back up aja koq. Yang utama masih ada di domain utama.

Nah, setelah sekian lama blog di wordpress ini suspended, saya menemukan lagi saat saya harus iseng membuka web-web gak penting. Dan akhirnya mampir ke domain utama saya. Dan kali ini lebih mengagetkan lagi. Domain ini pun sudah tidak bisa dibuka. Keliatannya karena masalah hosting. Memang, udah lama saya gak pernah maintenance hosting di sana. Sementara untuk domain sendiri masih aman lah. Karena saya masih rajin perpanjang.

Ok. Masalah hosting juga sebenarnya tidak saya pikirin. Nanti tinggal cari hosting baru. Cuma yang jadi ganjelan adalah arsip blog saya yang pada waktu jayanya sudah menjadi ajang menuangkan pikiran dalam tulisan. Mungkin ada puluhan atau lebih banyak lagi, judul blog yang sudah saya tulis dari awal tahun 2000-an. Dan saya tidak punya back up-nya. Punya sih, tapi lupa simpan di mana.. 🙂

Kemarin, sabtu pagi saya iseng kpikiran untuk membuka kembali lembaran suspended blog saya di wordpress. Dan kepikiran mau tanya ke supportnya. Email pun saya kirimkan. Dan, responnya lumayan mengagetkan. Cepat, dan yang pasti langsung menyelesaikan masalah.

Sinkat cerita, akhirnya blog ini hidup lagi. Lengkap dengan seluruh tulisan saya jaman baheula.

[edisi-pemburu-bebek] Ginyo

Posted August 13, 2013 by byonics
Categories: Uncategorized

Kebetulan melancong ke daerah Selatan Jakarta, pemburu berniat melampiaskan rasa laparnya kepada unggas berinisial B. Ketik keyword ‘bebek’ di Sygic, keluarlah Nasi Bebek Ginyo. Alamat-nya sekitaran Tebet Utara Dalam.
 
Pilih Navigate, aplikasi GPS di tablet Cina ini menuntun pemburu menuju lokasi makan siang.
 
Sepinya Jakarta, membuat pemburu tak memerlukan waktu lama untuk tiba di lokasi. Nyaris tanpa hambatan berarti.
 
Sygic telah mengakhiri tuntunannya. Jejeran mobil terpakir nyaris memakan badan jalan. Pemburu harus berjalan melewati TKP untuk mencari lahan kosong. Mungkin karena bertepatan dengan jam makan siang para pekerja rodi yang gagal cuti.
 
Berjalan sedikit masuk area resto, pemburu sudah dipaksa ikut antri dari parkiran depan. Wogh, ini apaan sih, pake model antri mengular kayak mau ambil sembako?
 
Sengatan matahari nyaris meluluhkan niat pemburu untuk ikut antri bersama muka-muka lapar para pemburu lain. Tapi, berhubung udah niat mau coba si Ginyo, pemburu terus bergerilya jalan perlahan menuju meja hidangan.
 
Nasib buruk kembali datang. Tak jauh lagi dari lokasi magic jar, ada issue dari depan bahwa bebek habis. Bah! Apes.
 
Tanya petugas setempat, bebek sebenarnya belum habis, tapi stock masih dalam perjalanan. Blah, sama aja kali, Tong.
 
Berita baiknya, katanya gak lebih satu jam, bebek akan datang. Hmm, satu jam menunggu. Worth it gak yaa?
 
Tapi emang kadung udah niat, pemburu langsung masuk ke ruang ber-AC, dan memesan minum. Pantang mundur menunggu bebek.
Lagi-lagi kecewa mendera. Gak bisa pesen dari meja. Harus antri. Huh, mending gak minum deh. Karena harus antri ulang lagi antri dari parkiran. Cuma untuk segelas minum.
 
Satu jam ternyata gak terlalu lama juga. Mungkin karena ditemani Wifi gratisan untuk junk di sana dan junk di sini.
 
Gak sampe satu jam, yang ditunggu pun tiba. Bebek sudah siap di meja hidang.
Tapi, yaa harus antri lagi. Edunz juga, dari tadi antrian gak juga habis. Tak apalah, karena aroma begor udah masuk ke lubang napas pemburu. Sedikit motivasi dalam beban berat antrian ini.
 
Ambil nasi secukupnya, pilih bebek kremes sebagai menu utama. Kaget juga ngeliat ukuran bebek di sini. Mungkin 2 kali lipat ukuran bebek slamet, atau 3 kali lipat ukuran bebek kaleyo versi hemat.
 
Pilih-pilih lalapan segar, plus sambel dengan aroma yang menyegarkan. Langsung menuju kasir.
Rp 79.000,- untuk 2 porsi bebek+lalapan+sambal+es teh manis. Yaa, lalapan dan sambal dikenakan biaya. *najong*.
 
Masih kagum dengan ukuran bebeknya, pemburu membolak-balik dada jumbo ini. Mikir, mau hajar dari sebelah mana.
 
Suapan pertama. Datar. Suapan kedua, masih datar.
Lho, mana rasa bebeknya? Ini sama sekali gak berasa bebek. Cuma dominan rasa gurih dari kremes yang menyatu dengan tepung.
 
Pemburu blusukan ke arah daging murni di dalam sana. Yang langsung menempel dengan tulang. Hasilnya, tetep datar.
 
Pemburu hanya merasakan ini layaknya daging ayam biasa. Nyaris tak terasa unik bebeknya. Ah, mungkin karena pemburu terlalu sering merengguk kenikmatan bersama Bebek Slamet.